![]() |
Tim dari Kemendagri bersama Pemerintah Aceh dan Sumut saat berkunjung ke salah satu pulau yang sebelumnya berada dalam wilayah Aceh kini ditetapkan menjadi milik Sumut. (Dok.DaunNews) |
Polemik 4 Pulau: Aceh vs Sumut, Siapa yang Punya Hak?
Daun News – Perseteruan terkait klaim atas empat pulau di wilayah barat Indonesia antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) kembali menjadi sorotan publik. Keempat pulau yang diperebutkan yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, dan Pulau Mangkir Kecil, kini berada dalam posisi hukum yang rumit setelah berbagai dokumen, sejarah, hingga keputusan pemerintah pusat memunculkan tarik-menarik kewenangan.
Klaim Gubernur Aceh: Berdasar Sejarah dan Bukti Administratif
Gubernur Aceh Muzakir Manaf menegaskan bahwa empat pulau tersebut secara historis dan administratif adalah bagian dari wilayah Aceh. Dalam pernyataannya di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (12/6/2025), Muzakir menyebut Aceh memiliki bukti kuat untuk mempertegas klaimnya.
"Empat pulau itu sebenarnya adalah kewenangan Aceh. Jadi kami punya alasan kuat, punya bukti kuat, punya data kuat, sejak dahulu kala itu memang punya Aceh," ujar Muzakir.
Ia mengacu pada sejarah, batas wilayah, hingga iklim geografis yang menurutnya menyatu dengan provinsi Aceh. Dalam data yang dikantongi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh, terdapat bukti administrasi seperti:
SK Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh Nomor 125/IA/1965 tertanggal 17 Juni 1965.
Surat kuasa dari Teuku Djohansyah kepada Teuku Abdullah tertanggal 24 April 1980.
Peta topografi TNI AD tahun 1978.
Dokumen kesepakatan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumut Raja Inal Siregar.
Menurut Muzakir, semua dokumen itu menunjukkan bahwa empat pulau tersebut memang bagian dari wilayah Aceh.
Respons Kemendagri: Keputusan Berdasar Proses Panjang
Namun, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian membantah klaim tersebut. Ia menegaskan, keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat melalui Kemendagri bukan tanpa dasar. Proses penetapan batas wilayah tersebut melibatkan setidaknya delapan instansi tingkat pusat, termasuk:
Badan Informasi Geospasial
Pusat Hidrografi dan Oseanografi (Pus Hidros) TNI AL
Topografi TNI AD
Bahkan pemerintah kabupaten terkait yakni Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah juga dilibatkan.
"Ada delapan instansi tingkat pusat yang terlibat... batas wilayah darat sudah disepakati oleh pemerintah daerah Kabupaten Aceh Singkil dan Kabupaten Tapanuli Tengah," jelas Tito.
Meskipun batas darat disepakati, batas wilayah laut antara kedua provinsi masih belum menemui kesepakatan. Karena itu, sesuai aturan, keputusan diserahkan kepada pemerintah pusat untuk ditetapkan.
Kronologi Sengketa Empat Pulau
Tahun 2008
Pemerintah membentuk Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi. Saat itu, Pemprov Aceh membakukan 260 pulau, termasuk empat pulau yang menjadi objek sengketa:
Pulau Rangit Besar diubah menjadi Mangkir Besar
Pulau Rangit Kecil menjadi Mangkir Kecil
Pulau Malelo menjadi Lipan
Pulau Panjang tetap sama
Namun, Kemendagri kemudian menemukan bahwa koordinat pulau-pulau tersebut tidak sesuai dengan posisi aktualnya.
2017 – Keputusan Masuk Wilayah Sumut
Pada 8 November 2017, Dirjen Administrasi Wilayah Kemendagri menegaskan bahwa empat pulau tersebut masuk wilayah Sumut.
2020 – Rapat Nasional Penetapan Wilayah
Melibatkan Kemenkomarves, KKP, dan lembaga lain, disepakati bahwa empat pulau tersebut masuk ke wilayah Sumut.
Februari 2022 – Konflik Makin Panas
Aceh dan Sumut kembali tidak sepakat dalam rapat 13 Februari. Keesokan harinya, Kemendagri menerbitkan Keputusan Nomor 050-145 yang menegaskan keempat pulau itu masuk Sumut.
Juni 2022 – Survei Faktual
Survei dilakukan 31 Mei – 4 Juni 2022. Hasilnya:
Tidak ada penduduk tetap
Ditemukan tugu dan makam aulia yang dibangun oleh Pemprov Aceh
Pulau Lipan nyaris tenggelam, hanya tersisa pasir putih
Juli 2022 – Sumut Ajukan Kepemilikan Resmi
Pemprov Sumut menyampaikan klaim resmi atas empat pulau.
April 2025 – Kepmendagri Terbaru
Keputusan Mendagri terbaru Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 menetapkan bahwa Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil masuk wilayah Sumut.
Dampak Sosial dan Politik
Polemik ini tak hanya berdampak pada administrasi kewilayahan, tetapi juga potensi konflik sosial dan budaya. Tokoh adat, masyarakat lokal, dan tokoh agama dari Aceh menyuarakan kekecewaan mereka.
"Makam aulia itu tempat sakral, masyarakat Aceh rutin berziarah. Jika tidak masuk wilayah Aceh, maka ada kekhawatiran kehilangan jejak sejarah dan spiritual kami," ungkap seorang tokoh adat dari Aceh Singkil.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Sumut menegaskan bahwa keputusan ini sah dan final berdasarkan hukum yang berlaku.
Upaya Penyelesaian ke Depan
Baik pemerintah pusat maupun daerah diminta untuk lebih transparan dalam proses penetapan wilayah. Beberapa rekomendasi dari pengamat tata ruang dan otonomi daerah antara lain:
Membentuk Tim Independen untuk verifikasi ulang data geospasial.
Melibatkan lembaga akademik dan tokoh adat sebagai mediator.
Menyosialisasikan keputusan kepada masyarakat dengan pendekatan kultural.
Membuat zona peralihan sementara untuk menghindari konflik sosial.
Kesimpulan
Polemik empat pulau antara Aceh dan Sumut menjadi contoh kompleksitas pengelolaan batas wilayah di Indonesia. Meski secara administratif pemerintah pusat telah menetapkan keputusannya, dinamika sosial dan sejarah yang melekat di masyarakat masih menyisakan persoalan yang belum tuntas. Penyelesaian damai dan adil menjadi kunci agar polemik ini tidak memicu konflik berkepanjangan.
Ditulis oleh Tim Redaksi
© 2025 DaunNews - Menyajikan Fakta, Bukan Sekadar Berita
Kunjungi juga: Daungroup Indonesia
0 Komentar