Kemenham Pastikan Perlindungan 9 Korban Dokter Cabul Garut

Kemenham Pastikan Perlindungan 9 Korban Dokter Cabul Garut
Kemenham Pastikan Perlindungan 9 Korban Dokter Cabul Garut

Kemenham Pastikan Perlindungan untuk 9 Korban Dokter Cabul di Garut

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenham) memastikan sembilan perempuan korban pencabulan oleh seorang dokter kandungan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, akan mendapatkan perlindungan maksimal selama proses hukum berlangsung. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenham Jawa Barat, Hasbullah Fudail, usai melakukan audiensi bersama Pemerintah Kabupaten Garut, Rabu (30/4/2025).

"Yang penting bagi kami adalah memberikan perlindungan kepada para korban itu," ujar Hasbullah. Ia menjelaskan bahwa meskipun awalnya hanya satu korban yang viral di media sosial, namun setelah layanan hotline dibuka, jumlah korban yang melapor bertambah menjadi sembilan orang.

Dalam hasil pemeriksaan awal, korban mengungkapkan pengalaman yang sangat menyedihkan, tidak hanya karena pelecehan yang dialami, tetapi juga dampak yang dirasakan dalam kehidupan rumah tangga mereka. Beberapa suami korban bahkan keberatan setelah kasus ini mencuat ke publik. Hal ini menjadi beban psikologis tambahan yang berat bagi para korban.

Saat ini, seluruh korban sudah mendapatkan pendampingan dan perlindungan dari Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Kabupaten Garut. Selain itu, Kemenham dan pihak terkait juga tengah mengupayakan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), meski prosesnya harus melalui prosedur resmi.

Para korban juga menuntut agar pelaku dijatuhi hukuman maksimal. Namun, Hasbullah menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan majelis hakim. "Kami mendengar langsung harapan mereka, dan kami akan terus kawal kasus ini agar pelaku dihukum setimpal," tegasnya.

Pelaku berinisial MSF (33), seorang dokter kandungan, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Garut. Ia kini ditahan dan dijerat dengan Pasal 6 huruf B dan C serta Pasal 15 ayat 1 huruf B Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Ancaman hukuman maksimal mencapai 12 tahun penjara dan denda sebesar Rp300 juta.

Kasus ini menjadi perhatian publik sekaligus peringatan keras akan pentingnya perlindungan terhadap pasien perempuan serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan seksual.

Posting Komentar

0 Komentar