Kasus Korupsi Payment Gateway Denny Indrayana: Satu Dekade Tanpa Kepastian Hukum
Oleh: Daun News
Kasus dugaan korupsi sistem pembayaran elektronik (payment gateway) di Kementerian Hukum dan HAM yang menyeret mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana, sebagai tersangka sejak Maret 2015, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti. Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyayangkan lambannya penanganan kasus ini dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera memberikan kepastian hukum.
Herdiansyah mempertanyakan mengapa kasus ini dibiarkan menggantung selama satu dekade tanpa kejelasan. Ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum, serta mendesak kepolisian dan kejaksaan untuk memberikan pernyataan resmi mengenai status kasus ini.
"Kalau memang ini misalnya dianggap bersalah ya diproses dong sampai tuntas, karena memang itu akan memberikan jawaban kepastian hukum," tegas Herdiansyah.
Kasus ini bermula dari program payment gateway yang diluncurkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2014, dengan tujuan mempermudah pembayaran pembuatan paspor secara elektronik. Namun, dalam pelaksanaannya, ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara sebesar Rp32,09 miliar. Denny Indrayana diduga menginstruksikan rujukan dua vendor proyek payment gateway, yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia, serta memfasilitasi kedua vendor tersebut untuk mengoperasikan sistem tersebut.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan Denny sebagai tersangka pada Maret 2015. Namun, hingga kini, proses hukum terhadap Denny belum menunjukkan perkembangan berarti. Kejaksaan Agung menyatakan bahwa kasus ini masih berada di tangan penyidik Bareskrim Polri, sementara pelapor kasus ini, Andi Syamsul Bahri, mengklaim bahwa berkas perkara telah lengkap (P-21) dan seharusnya sudah masuk tahap persidangan.
Desakan untuk menuntaskan kasus ini juga datang dari berbagai pihak, termasuk praktisi hukum dan masyarakat sipil. Mereka menilai bahwa penundaan penanganan kasus ini mencerminkan lemahnya komitmen aparat penegak hukum dalam memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum.
Denny Indrayana sendiri membantah tuduhan korupsi yang dialamatkan kepadanya. Ia mengklaim bahwa program payment gateway yang ia gagas bertujuan untuk memperbaiki pelayanan publik dan mengurangi praktik calo dalam pembuatan paspor. Denny juga menyatakan bahwa Menteri Hukum dan HAM saat itu, Yasonna H. Laoly, sempat meninjau langsung pengoperasian mesin payment gateway dan menganggap program tersebut patut dilanjutkan.
Namun, penyidik Polri menyatakan bahwa sistem payment gateway yang diterapkan Denny menyalahi prosedur dan menyebabkan kerugian negara. Penyidik juga mengungkapkan bahwa Denny sudah diingatkan oleh stafnya mengenai potensi pelanggaran, namun tetap bersikukuh melanjutkan program tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena mencerminkan ketidakpastian hukum dan lemahnya penegakan hukum terhadap kasus korupsi di Indonesia. Berbagai pihak berharap agar aparat penegak hukum segera menuntaskan kasus ini dan memberikan kejelasan hukum bagi semua pihak yang terlibat.
Kunjungi juga: Daungroup Indonesia
0 Komentar