![]() |
Mantan Menkopolhukam Mahfud MD bicara tentang Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dan Presiden ke 7 RI Joko Widodo di program Gaspol! yang tayang di YouTube |
Mahfud MD Soroti Gibran dan Ijazah Jokowi: Jalan
Buntu di Jalur Formal, Tapi Rakyat Bisa Jadi Kunci?
Jakarta – 10 Mei 2025. Mantan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud
MD kembali menjadi sorotan setelah pernyataannya tentang polemik politik yang
menyangkut Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka dan Presiden Joko
Widodo atau Jokowi menjadi perbincangan hangat publik. Mahfud menilai bahwa
langkah hukum untuk mencopot Gibran sulit dilakukan karena menyangkut tiga
lembaga penting negara, dan hingga kini masih menemui jalan buntu.
Namun, Mahfud juga
mengingatkan bahwa dalam demokrasi, kekuatan rakyat tetap menjadi faktor
penentu. Hal ini sejalan dengan prinsip dasar konstitusi bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat. Selain itu, Mahfud turut memberikan komentarnya
terhadap isu yang tak kalah kontroversial, yakni dugaan ijazah palsu milik
Presiden Jokowi yang kembali mencuat ke permukaan dan memasuki ranah hukum.
Simak pembahasan mendalam
tentang pendapat Mahfud MD, dinamika politik terkait Gibran, serta kontroversi
ijazah Presiden Jokowi yang diulas lengkap dalam program Gaspol! di
kanal YouTube Kompas.com,
Jumat, 9 Mei 2025 pukul 19.00 WIB.
Latar Belakang
Ketegangan Politik
Sejak Gibran Rakabuming Raka
resmi menjadi calon wakil presiden dan memenangkan kontestasi Pilpres 2024
bersama Prabowo Subianto, dinamika politik nasional semakin kompleks. Banyak
pihak menilai keterlibatan Gibran dalam Pilpres melanggar prinsip etika politik
karena masih memiliki hubungan darah dengan Presiden Joko Widodo, yang dianggap
berperan dalam memuluskan jalan Gibran ke kursi kekuasaan.
Kritik dari berbagai kalangan
muncul, mulai dari akademisi, mahasiswa, hingga tokoh-tokoh politik senior.
Salah satu yang paling vokal adalah Mahfud MD, mantan Menkopolhukam yang juga
merupakan tokoh hukum dan konstitusi yang dihormati di Indonesia.
Mahfud MD: “Sulit,
Tapi Tidak Mustahil Jika Rakyat Bergerak”
Dalam tayangan Gaspol!, Mahfud
menjelaskan bahwa pencopotan wakil presiden tidak bisa dilakukan secara
sembarangan. Prosedurnya harus melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mahkamah
Konstitusi (MK), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Artinya, upaya
tersebut memerlukan bukti kuat, legalitas konstitusional, dan dukungan politik
yang luas.
"Prosesnya rumit dan melibatkan tiga lembaga besar. Kalau salah satu saja tidak setuju, maka proses itu akan berhenti. Karena itu, saya bilang ini jalan buntu," ujar Mahfud dalam tayangan tersebut.
Namun ia menambahkan, sejarah
politik Indonesia menunjukkan bahwa kekuatan rakyat bisa mengubah segalanya,
seperti yang terjadi pada era Reformasi 1998.
"Kalau rakyat bergerak, tidak ada yang tidak mungkin. Reformasi 1998 adalah buktinya," tambah Mahfud.
Dukungan Rakyat
dan Legitimasi Moral
Mahfud menekankan pentingnya
legitimasi moral dalam demokrasi. Meskipun secara hukum tidak mudah mencopot
seorang wakil presiden, namun jika kepercayaan publik hilang, maka tekanan
sosial dan politik akan semakin kuat. Dalam beberapa kasus internasional, pejabat
tinggi negara mengundurkan diri bukan karena kalah di pengadilan, tetapi karena
desakan moral dari rakyat.
Dalam konteks Gibran, Mahfud
mengatakan bahwa rakyat bisa menjadi pengendali arah politik. Jika ada
konsensus rakyat bahwa Gibran tidak layak menjabat, maka legitimasi moralnya
bisa runtuh, meski ia menang secara hukum.
Ingin hiburan digital yang aman dan penuh sensasi? Kunjungi Dauntogel, platform hiburan digital terbaik dengan promo deposit hingga 100%! Coba sekarang dan nikmati pengalaman bermain yang menyenangkan.
Isu Ijazah Jokowi:
Sah-Sah Saja Diungkap, Asal Sesuai Hukum
Topik lain yang dibahas
Mahfud adalah tentang isu ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo. Polemik ini
kembali mencuat dan bahkan sudah memasuki ranah hukum. Pihak-pihak tertentu
meragukan keabsahan ijazah Jokowi dan meminta investigasi lebih lanjut.
Mahfud tidak menolak bahwa
keraguan itu sah-sah saja dalam demokrasi, selama dilakukan dengan mekanisme
hukum yang benar. Ia juga menyatakan bahwa tindakan Jokowi yang menempuh jalur
hukum untuk menjawab tudingan tersebut juga patut dihargai.
"Jokowi punya hak untuk membela dirinya di ranah hukum, begitu juga warga negara lain yang ingin mempertanyakan. Asal tidak melanggar hukum, itu bagian dari demokrasi," tegas Mahfud.
Sejarah Panjang
Isu Ijazah Jokowi
Isu ijazah palsu Jokowi
bukanlah hal baru. Sejak masa kampanye pemilu pertamanya tahun 2014, sudah ada
suara-suara yang mempertanyakan keabsahan dokumen akademiknya. Namun, semua
tuduhan tersebut selalu dibantah oleh pihak istana dan tidak pernah terbukti di
pengadilan.
Kini, isu ini kembali
diangkat dengan narasi baru, terlebih menjelang pelantikan Prabowo-Gibran yang
dijadwalkan berlangsung pada akhir 2024. Para pengkritik menilai bahwa Jokowi
ingin melanggengkan kekuasaan melalui jalur politik keluarga, sehingga setiap
celah bisa digunakan untuk menyerangnya.
Dapatkan hiburan digital dengan keamanan tingkat tinggi di Admintoto! Bonus referral hingga 20% dan cashback menarik untuk pemain setia. Daftar sekarang dan mainkan favorit Anda!
Pandangan Ahli dan
Respon Istana
Sejumlah ahli hukum tata
negara juga ikut memberikan pandangan terhadap isu ini. Menurut Prof. Zainal
Arifin Mochtar dari UGM, pembuktian dugaan ijazah palsu harus melalui audit
forensik dokumen dan proses hukum yang transparan. Ia juga menilai bahwa publik
berhak tahu, namun tidak dengan cara menyebar fitnah tanpa dasar.
Sementara itu, pihak Istana
melalui Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden menyatakan bahwa dokumen Jokowi sudah
diverifikasi sejak lama dan tidak ada satu pun lembaga resmi yang membuktikan
pemalsuan.
Mahfud dan Peran
Etika dalam Politik
Lebih lanjut, Mahfud MD juga
menyinggung pentingnya etika dalam politik. Menurutnya, politik bukan sekadar
menang atau kalah secara konstitusional, tetapi juga tentang menjaga
kepercayaan publik.
"Kalau etika tidak dijaga, rakyat akan menilai. Tidak semua bisa diatur lewat hukum. Politik juga soal rasa keadilan," ucapnya.
Bermain sambil dapat hadiah langsung? Coba Redmitoto! Dengan bonus mingguan dan fitur menarik, jadikan hiburan Anda lebih seru dan menguntungkan. Bergabung sekarang!
Menuju Konsolidasi
Politik Baru?
Pernyataan Mahfud MD seakan
menjadi cermin dari keresahan publik atas arah politik nasional. Setelah
Pilpres 2024, masyarakat kini berada dalam fase kritis: antara menerima hasil
demokrasi atau terus mengawalnya agar tidak menyimpang dari nilai-nilai dasar
konstitusi.
Sebagian pihak melihat Gibran
sebagai simbol keberhasilan politik dinasti, sementara yang lain menganggapnya
sebagai pemimpin muda yang bisa membawa energi baru. Dalam semua perdebatan
ini, suara rakyat tetap menjadi elemen penentu.
Penutup: Demokrasi
Butuh Partisipasi
Demokrasi bukan sekadar
memilih lima tahun sekali. Demokrasi adalah keterlibatan aktif rakyat dalam
mengawasi, mengkritisi, dan menjaga jalannya pemerintahan. Mahfud MD dengan
segala pengalamannya telah menyuarakan kegelisahan rakyat yang menuntut
kejelasan, kejujuran, dan keadilan.
Baik isu Gibran maupun ijazah
Jokowi, keduanya menjadi bukti bahwa politik kita masih terus berkembang.
Tantangannya adalah bagaimana rakyat bisa terus menjadi penentu dalam setiap
keputusan besar bangsa.
“Jangan pernah lelah menjadi warga negara yang kritis,” pesan Mahfud menutup pernyataannya.
Kunjungi juga: Daungroup Indonesia
0 Komentar